Kamis, 06 Oktober 2016

NICK CARTER DAN EREKSI BERJAMAAH..



Novel Nick Carter terbit di Amerika Serikat tahun 1964 oleh Awards Book. Settingnya banyak berlatar belakang perang dingin antara AS dan Uni Soviet. Diceritakan Nick Carter adalah agen AXE yang kerap terlibat asmara. Ada 261 judul petualangan Nick Carter yang terbit dari tahun 1964-1990. Tapi tak jelas siapa pengarangnya.
Saya adalah salah satu orang yang pernah hidup bersama Nick Carter. Dari novelnya saya mengenal kata-kata menggelinjang, melenguh (koyo kebo ya ?) dan istilah aneh-aneh lain yang konotasinya ke seks. Siapapun yang pernah mengalami generasi keemasan tahun delapan puluhan pasti kenal pistol Luger Wihelmina dan pisau tipis Hugo Stiletto. Sampai-sampai jaman SMP saya sampai bikin sendiri pistol-pistolan dan pisau dari kayu dan tega-tegaan saya tulisi Luger dan Hugo Stiletto.
Novel itu beredar dari kelas ke kelas dari siswa ke siswa. Biasanya dari tangan pertama ke tangan terakhirnya – bisa jadi tangan terakhir itu nomer ke duapuluh atau lebih – jumlah halamannya sudah banyak berkurang. Kalaupun ada pasti lengket di sana-sini, yang jelas bukan karena lem. Berkurangnya halaman itu karena banyak pembaca yang dengan kreatif mengkoleksi halaman yang ada adegan syurnya. Disobek, lalu disambung dengan halaman lain dari novel yang sama dengan cerita yang berbeda. Pasti saja tidak ada ceritanya. Buka halaman itu langsung menggelinjanglah pokoknya !

Bagi para laki-laki tanggung waktu itu, membaca Nick Carter itu kebanggaan. Apalagi kalau bisa menceritakan berapa judul novel yang sudah dibaca. Dari tiga novel Nick Carter bisa menjadi biang diskusi seru layaknya apresiasi satra kelas tinggi. Satu orang bisa menganalisa tingkat kesaruannya, orang lain bisa menganalisa bagaimana Nick Carter melumpuhkan musuh-musuhnya. Dan itu bisa jadi diskusi semalaman..
Tidak biasa bagi pembaca novel ini membelinya di toko buku. Di kota tempat saya tinggal di Salatiga, tahun-tahun itu hanya ada tiga persewaan buku yang secara rutin mengupdate koleksi novel-novelnya. Dan bagi para fansnya, biasanya mereka main belakang alias kongkalikong dengan mbak penjaga persewaan. Biasanya dengan main kedip untuk “menyimpan” novel yang baru datang tersebut, untuk disewa duluan. Seperti yang saya tulis di atas, makin ketinggalan kita menyewa novel itu, makin berantakan isinya dan bubrah kertas-kertasnya !
Ada satu hal absurd yang kalau saya pikir-pikir sekarang hal itu tidak masuk akal. Saya juga tidak tahu apakah hal itu terjadi di kota selain Salatiga yang kecil mungil dan waktu itu cuma satu kecamatan. Yakni, serombongan anak (laki-laki tentu saja), akan membaca novel tersebut secara berurutan. Biasanya selama dua hari. Pada hari ketiga, mereka akan mendiskusikan halaman berapa yang paling mengacengkan (mohon maaf, saya tidak ketemu kata-kata yang paling tepat). Ketika sudah terjadi kesepakatan soal halaman, salah satu dari mereka akan membacakan halaman tersebut. Nah, para pendengar biasanya akan menyimak pembaca novel tersebut dengan sepenuh hati dan setakzim-takzimnya.
Masing-masing dari mereka akan saling melirik selangkangan teman kiri dan kanannya. Untuk membuktikan apakah halaman tersebut memang paling saru dibandingkan halaman lainnya. Untungnya, kami semua masih bercelana. Biasanya ada satu dua teman yang kemudian setengah berlari meninggalkan tempat tersebut.
Beli bakso !