Cobalah
nonton film Once Upon a Time in
America. Itu karya terakhir dari sutradara legendaris Sergio Leone. Di opening film
itu Robert De Niro menikmati
opium di sebuah rumah. Setnya menunjukkan bahwa itu rumah yang diperuntukkan
bagi siapapun yang ingin menikmati zat terlarang tersebut. Sejenak lupakan itu.
Tetapi nikmati latar belakang musik di scene yang berdurasi hampir empat menit
tersebut. Sebuah repertoar ganding yang dimainkan oleh komposisi gamelan
lengkap. Penasaran siapa yang memainkannya ? Jangan cek di rolling title film
tersebut karena tidak akan ada. Rahayu
Supanggah dan kawan-kawan. Etnomusikolog itu memainkan musik latar
belakang untuk adegan yang intens tersebut.
Saya
pernah menanyakan langsung kepada beliau ketika bertandang ke rumahnya yang
asri di Karanganyar. “Hehehe..saya cuma bantu-bantu saja. Pas main-main sama
teman-teman”. Itu jawabnya. Hasil main-mainnya menjadi opening salah satu film
monumental sepanjang masa. Seorang Rahayu Supanggah tidak hanya berkolaborasi
dengan sutradara sehebat Sergio Leone. Ia juga menjadi patner kreatif untuk
pentas gigantic La Galigo bersama
sutradara Robert Wilson, dan
beberapa film Garin Nugroho.
Satu
film legendaris dari sutradara “tidak umum” Frederico Fellini. Disebut sebut sebagai salah satu sutradara
pencetus neo-realisme dengan karya-karyanya yang tidak mudah dimengerti oleh
penonton film. Salah satu karyanya berjudul Satrycon (1969). Film ini diadaptasi dari naskah Phantasmegrolical
Petronius yang ditulis pada masa Pemerintahan Nero akhir abad 1M. Kalau ada
waktu coba perhatikan dengan seksama beberapa adegan di dalamnya. Ada music
score yang nyata-nyata memasukkan komposisi musik pengiring Tari Kecak dari
Bali.
Sebuah
film softporn berjudul Emanuelle.
Produksi tahun 1974 disutradarai oleh Just
Jaeckin dibintangi oleh Sylvia
Kristel. Menceritakan kisah seorang perempuan istri seorang diplomat di
Bangkok yang terlibat banyak skandal seks (cek film ini di kanal youtube). Ada
beberapa adegan panjang tentang tarian Pendet dan shooting di Bali. Ada
landscape persawahan yang sejuta umat pernah foto di situ. Kesan yang saya
tangkap memang adegan di Bali tersebut ada footage yang dibuat (mungkin) oleh
second unit nya. Tetapi kalau sempat tengok di ending rolling title. Nihil lagi
informasi soal tarian dan lokasi tersebut.
Dalam
disiplin kerja film yang saya ketahui, wajar untuk menyebut dengan detail
tentang siapa dan apa saja yang terlibat dalam sebuah produksi. Kita harus
mencari data yang benar agar siapa dan apa saja tersebut muncul di keterangan
berurutan yang biasanya ada di akhir sebuah film. Memang tidak semua penonton
betah untuk menyaksikan prosesi pertunjukan film berakhir . Dan bahkan banyak
pihak juga yang merasa tidak perlu namanya tercantum kecil-kecil dan naik
berurutan secara cepat di ending sebuah film.
Apapun
namanya, itu adalah sebuah penghargaan. Bagaimana kita ikut menghargai siapapun
yang terlibat dalam oleh produksi film. Pencantuman nama itu adalah salah satu
bagian dari respek tersebut. Kalau saja ada yang tidak dicantumkan, mungkin
saja lupa, atau tidak sengaja bahkan parah lagi tidak tahu.
Tabik..