Kamis, 24 Desember 2015

Indonesia Diantara Film (Internasional) Itu..


Cobalah nonton film Once Upon a Time in America. Itu karya terakhir dari sutradara legendaris Sergio Leone. Di opening film itu Robert De Niro menikmati opium di sebuah rumah. Setnya menunjukkan bahwa itu rumah yang diperuntukkan bagi siapapun yang ingin menikmati zat terlarang tersebut. Sejenak lupakan itu. Tetapi nikmati latar belakang musik di scene yang berdurasi hampir empat menit tersebut. Sebuah repertoar ganding yang dimainkan oleh komposisi gamelan lengkap. Penasaran siapa yang memainkannya ? Jangan cek di rolling title film tersebut karena tidak akan ada. Rahayu Supanggah dan kawan-kawan. Etnomusikolog itu memainkan musik latar belakang untuk adegan yang intens tersebut.

Saya pernah menanyakan langsung kepada beliau ketika bertandang ke rumahnya yang asri di Karanganyar. “Hehehe..saya cuma bantu-bantu saja. Pas main-main sama teman-teman”. Itu jawabnya. Hasil main-mainnya menjadi opening salah satu film monumental sepanjang masa. Seorang Rahayu Supanggah tidak hanya berkolaborasi dengan sutradara sehebat Sergio Leone. Ia juga menjadi patner kreatif untuk pentas gigantic La Galigo bersama sutradara Robert Wilson, dan beberapa film Garin Nugroho.
Satu film legendaris dari sutradara “tidak umum” Frederico Fellini. Disebut sebut sebagai salah satu sutradara pencetus neo-realisme dengan karya-karyanya yang tidak mudah dimengerti oleh penonton film. Salah satu karyanya berjudul Satrycon (1969). Film ini diadaptasi dari  naskah Phantasmegrolical Petronius yang ditulis pada masa Pemerintahan Nero akhir abad 1M. Kalau ada waktu coba perhatikan dengan seksama beberapa adegan di dalamnya. Ada music score yang nyata-nyata memasukkan komposisi musik pengiring Tari Kecak dari Bali. 

Sebuah film softporn berjudul Emanuelle. Produksi tahun 1974 disutradarai oleh Just Jaeckin dibintangi oleh Sylvia Kristel. Menceritakan kisah seorang perempuan istri seorang diplomat di Bangkok yang terlibat banyak skandal seks (cek film ini di kanal youtube). Ada beberapa adegan panjang tentang tarian Pendet dan shooting di Bali. Ada landscape persawahan yang sejuta umat pernah foto di situ. Kesan yang saya tangkap memang adegan di Bali tersebut ada footage yang dibuat (mungkin) oleh second unit nya. Tetapi kalau sempat tengok di ending rolling title. Nihil lagi informasi soal tarian dan lokasi tersebut.
Dalam disiplin kerja film yang saya ketahui, wajar untuk menyebut dengan detail tentang siapa dan apa saja yang terlibat dalam sebuah produksi. Kita harus mencari data yang benar agar siapa dan apa saja tersebut muncul di keterangan berurutan yang biasanya ada di akhir sebuah film. Memang tidak semua penonton betah untuk menyaksikan prosesi pertunjukan film berakhir . Dan bahkan banyak pihak juga yang merasa tidak perlu namanya tercantum kecil-kecil dan naik berurutan secara cepat di ending sebuah film.
Apapun namanya, itu adalah sebuah penghargaan. Bagaimana kita ikut menghargai siapapun yang terlibat dalam oleh produksi film. Pencantuman nama itu adalah salah satu bagian dari respek tersebut. Kalau saja ada yang tidak dicantumkan, mungkin saja lupa, atau tidak sengaja bahkan parah lagi tidak tahu.
Tabik..