Sabtu, 28 November 2015

Film AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA : Lokasi Itu Rumit ...


Inilah sekolah dasar di Derok. Kampung yang terpencil , jauh dari kota Atambua. Masih harus masuk jalanan berlubang sejauh hampir dua kilometer. Tidak ada angkutan umum atau gojek apalagi taksi. Tim Produksi harus memperbaiki beberapa bagian jalan yang berlubang dan lumayan dalam. Siapapun yang akan datang ke lokasi ini harus jalan kaki, atau naik kendaraan sendiri.
Memasuki hari ketiga dan keempat dan seterusnya, lokasi sekolah dasar ini sudah mulai penuh dengan penduduk setempat. Mereka rela hati untuk menempuh perjalanan hampir satu setengah jam dari Atambua agar bisa melihat suasana shooting dan syukur ketemu Laudya Cynthia Bella atau Arie Kriting.
Ada sebuah kejadian menarik. Adegan di sebuah bisa ketika Aisyah naik bis. Dua extras talent duduk di belakangnya. Mereka bisik-bisik sambil sesekali melihat ke depannya, meskipun pandangannya terhalang sandaran kursi. Ketika mereka turun dan beristirahat karena Edi Mikael Santosa lagi menset adegan berikutnya, dialog inilah yang saya dengar : “Aku tadi telpon mama di Alor. Ku bilang aku duduk di belakang Laudya Cyhntia Bella. Eh…mama teriak di jendela kasih tau ke orang-orang kalau aku duduk di belakang Laudya Cynthia Bella”. Kejadian ini sama persis tiga puluh tahun lalu ketika saya menonton shootingnya satu judul sinetron TVRI berjudul Pingkan yang disutradarai Sandy Suwardi Hasan. Selama satu bulan (ya, waktu itu sinetron pun shootingnya sebulan) saya tongkrongi satu rumah yang dipakai untuk set seharian. Melihat artisnya yang selalu dipayungi dan habis itu ngrokok sambil mengangkat salah satu kakinya. 
Satu kejadian lagi berkaitan dengan aktivitas produksi film ini. Kami shooting di pasar Atambua. Ada sebuah lorong yang saling berhadapan. Mereka memajang dagangannya begitu saja pating klumbruk tanpa harus perlu diletakkan di tempat yang sepantasnya. Tiba-tiba menarik. Herwin Novianto yang selalu bilang konsep film ini adalah as it is (kira-kira maksudnya opo anane yakne ya) menunjuk tempat ini sebagai lokasi.
 
Nah, sebagai buruh all round saya bersama produser Imanullah pontang panting menyiapkan lokasi ini. Polisi, preman, satpam dihubungi untuk mengamankan set ini. Tapi ya dasar lama nggak mikir produksi, lokasi ini jebol. Padahal – menurut saya – protapnya sudah bener. Pagi saya sudah minta lokasi untuk genset, tiga jam sebelumnya blok beberapa titik untuk tenda produksi, parkir mobil dan lain-lain. Tapi ya namanya apes tetap apes. Masuk pasar, mbak-mbak pasar sudah pada teriak “Mbak Bella kapan datangnya ?”. Lebih ngeri lagi tiba-tiba ada berita kalau dua bis akan datang dari negeri seberang Timor Leste untuk ketemu mbak Bella !

Ya, setiap lokasi ada cerita. Bagaimana cara mendekati penduduk setempat, menenangkan orang satu pasar supaya diam ketika kita take, ngobrol sama crowd biar mereka nggak lihat ke kamera, meminta belas kasihan toko sebelah tempat lokasi ketika mereka komplain.

Kerja film adalah displin kerja yang multi lini. Satu sama lain saling terkait dan membutuhkan. Dari buruh angkut minuman dan gorengan, sahabat penggantung lampu yang kadang lupa pakai safety, sampai juragan sutradara dan produser yang diam tapi otaknya muter mikir terus (antara kreatif dan untung rugi tentunya).
Banyak yang terlupakan, bahwa film yang gegap gempita dipuja puja, menguntungkan secara finansial nantinya, dibaliknya ada yang disumpah serapahi gara-gara ibu pemilik lokasi tidak bisa foto bareng Mbak Bella !
Tabik !