Inilah
sekolah dasar di Derok. Kampung yang terpencil , jauh dari kota Atambua. Masih
harus masuk jalanan berlubang sejauh hampir dua kilometer. Tidak ada angkutan
umum atau gojek apalagi taksi. Tim Produksi harus memperbaiki beberapa bagian
jalan yang berlubang dan lumayan dalam. Siapapun yang akan datang ke lokasi ini
harus jalan kaki, atau naik kendaraan sendiri.
Memasuki
hari ketiga dan keempat dan seterusnya, lokasi sekolah dasar ini sudah mulai
penuh dengan penduduk setempat. Mereka rela hati untuk menempuh perjalanan
hampir satu setengah jam dari Atambua agar bisa melihat suasana shooting dan
syukur ketemu Laudya Cynthia Bella
atau Arie Kriting.
Ada
sebuah kejadian menarik. Adegan di sebuah bisa ketika Aisyah naik bis. Dua
extras talent duduk di belakangnya. Mereka bisik-bisik sambil sesekali melihat
ke depannya, meskipun pandangannya terhalang sandaran kursi. Ketika mereka
turun dan beristirahat karena Edi Mikael Santosa lagi menset adegan berikutnya,
dialog inilah yang saya dengar : “Aku
tadi telpon mama di Alor. Ku bilang aku duduk di belakang Laudya Cyhntia Bella.
Eh…mama teriak di jendela kasih tau ke orang-orang kalau aku duduk di belakang
Laudya Cynthia Bella”. Kejadian ini sama persis tiga puluh tahun lalu
ketika saya menonton shootingnya satu judul sinetron TVRI berjudul Pingkan yang disutradarai Sandy Suwardi Hasan. Selama satu bulan
(ya, waktu itu sinetron pun shootingnya sebulan) saya tongkrongi satu rumah
yang dipakai untuk set seharian. Melihat artisnya yang selalu dipayungi dan
habis itu ngrokok sambil mengangkat salah satu kakinya.
Satu
kejadian lagi berkaitan dengan aktivitas produksi film ini. Kami shooting di
pasar Atambua. Ada sebuah lorong yang saling berhadapan. Mereka memajang
dagangannya begitu saja pating klumbruk tanpa harus perlu diletakkan di tempat
yang sepantasnya. Tiba-tiba menarik. Herwin
Novianto yang selalu bilang konsep film ini adalah as it is (kira-kira
maksudnya opo anane yakne ya) menunjuk tempat ini sebagai lokasi.
Nah,
sebagai buruh all round saya bersama produser Imanullah pontang panting
menyiapkan lokasi ini. Polisi, preman, satpam dihubungi untuk mengamankan set
ini. Tapi ya dasar lama nggak mikir produksi, lokasi ini jebol. Padahal –
menurut saya – protapnya sudah bener. Pagi saya sudah minta lokasi untuk
genset, tiga jam sebelumnya blok beberapa titik untuk tenda produksi, parkir
mobil dan lain-lain. Tapi ya namanya apes tetap apes. Masuk pasar, mbak-mbak
pasar sudah pada teriak “Mbak Bella kapan datangnya ?”. Lebih ngeri lagi
tiba-tiba ada berita kalau dua bis akan datang dari negeri seberang Timor Leste
untuk ketemu mbak Bella !
Ya,
setiap lokasi ada cerita. Bagaimana cara mendekati penduduk setempat,
menenangkan orang satu pasar supaya diam ketika kita take, ngobrol sama crowd
biar mereka nggak lihat ke kamera, meminta belas kasihan toko sebelah tempat
lokasi ketika mereka komplain.
Kerja
film adalah displin kerja yang multi lini. Satu sama lain saling terkait dan
membutuhkan. Dari buruh angkut minuman dan gorengan, sahabat penggantung lampu
yang kadang lupa pakai safety, sampai juragan sutradara dan produser yang diam
tapi otaknya muter mikir terus (antara kreatif dan untung rugi tentunya).
Banyak
yang terlupakan, bahwa film yang gegap gempita dipuja puja, menguntungkan
secara finansial nantinya, dibaliknya ada yang disumpah serapahi gara-gara ibu
pemilik lokasi tidak bisa foto bareng Mbak Bella !
Tabik
!