Selasa, 22 Desember 2015

Film SENYAP dan Keheningan yang Menyesakkan..



Fs. Dari dalam terdengar suaranya yang seperti mewancarai. Adi yang menjadi tokoh dalam film ini bertanya jawab dengan seorang kakek dan perempuan setengah baya yang belakangan kita tahu dia anaknya. Dengan lugas si kakek menjelaskan bagaimana membunuh orang dan kemudian meminum darahnya. Biar gak stress, katanya. Sejenak Adi diam. Kemudian ia menjelaskan bahwa salah satu dari orang yang dibunuh si kakek adalah kakaknya. “Abangku orang yang dipotong juga waktu itu “ katanya.

Si kakek diam. Perempuan setengah baya itu pun hanya mengejapkan matanya berkali kali. Si Adi menutup mulutnya sekilas, lalu kembali melihat ke mereka berdua. Si kakek beberapa kali melihat ke kiri kamera. Mungkin ada jam di situ, atau obyek lainnya. Kamera close up ke Adi yang bertanya ke perempuan tersebut. “Kakak tahu kalau ayah dulu seorang pembunuh” katanya. Si perempuan tersebut diam tak menjawab. Sesaat kemudian ia menjelaskan bahwa baru siang ini ia tahu siapa ayahnya yang sebenarnya. Seorang pembunuh keji pada masanya.
Full shot lagi. Mereka bertiga dalam diam. Hening. Saya sesak nafas dan hampir muntah. Kamera ke close up si perempuan tersebut. “Kita sepertinya kenal ya”, katanya ke Adi. Adi menjawab dengan senyum getir bahwa rasa-rasanya kenal. Ia segera beranjak dari kursinya dan memeluk perempuan itu sambil keduanya menangis. “Kita saudara ya..maafkan ayah saya”.
Saya pun muntah.
Film ini berhasil membuat saya merasakan kengerian, kepedihan dan rasa hening yang menyesakkan. Cara Adi untuk melakukan wawancara yang menekan, lugas buat saya itu adalah perjuangan luar biasa. Ia adalah korban. Ayahnya yang pikun dan lupa ingatan setelah kakaknya hilang, dan ibunya yang tetap menanggung duka dan dendam berkepanjangan. Sementara ia harus “menggantikan” fungsi Joshua Oppenheimer untuk membuka tabir semua kekejaman manusia yang melakukan aksi kekejian jaman tersebut, termasuk ke kakaknya.
Ia harus mewancarai paman adik ibunya yang menjadi penjaga penjara. Si paman tahu bahwa salah satu keponakannya ada di dalam penjara dan akan dihabisi nyawanya. Tetapi kuasa di atas kuasa tidak mampu memberi energi keberanian, sekedar untuk mengabarkan ke adik perempuannya kalau si keponakan ada di penjara. Dan dalam wawancara itupun ia menyatakan bahwa “siapalah saya”. Jawaban khas masyarakat yang tertindas.
Beberapa kali ia datang mewakili sosok Joshua ke berbagai nara sumber. Dan yang ia datangi adalah orang yang tahu peran atau bahkan ikut membunuh kakaknya sendiri. Sebagai pewancara – subyek – ia harus tetap konsisten dengan logika bertanya tanpa harus larut dalam emosi yang berkepanjangan. Saya hanya membayangkan kalau ini terjadi pada saya. Tahu di depan mata pembunuh kakak sendiri, sementara ayah dalam kondisi antara hidup dan mati.
Semua subyek dalam film ini adalah korban. Tetapi dalam film ini saya tidak menemukan siapa penyebab itu semua.

Tabik..